Jumat, 15 Mei 2009

CINTA ITU SURGA


Sesuatu itu kadang begitu indah untuk dilihat, dirasakan, dan dikenang. Seperti ketika aku melihat dan merasakan tentang apa itu cinta. Seperti sunlight atau twilight dengan cahayanya yang kemerahan. Sesuatu yang selalu indah dilihat kadang mudah menipu, seperti sebuah fatamorgana. Aku kadang begitu meresapi ini dalam-dalam, membawaku terbang melintasi angan, logika dan kenyataan. Lalu kemudian menghempaskan aku dalam-dalam. Begitulah cinta. Ia begitu saja menarikku masuk dikedalaman hati. Menyelami yang sebenarnya aku tak bisa. Cinta membuatku seperti orang bodoh yang sibuk dengan kebingungan.Ia terkadang membuat aku rata dengan tanah, setara dengan awan-awan, dan lebih tinggi dari langit. Ia membuatku mampu untuk menyentuh dan menyelami kedalaman hatinya. Aku bahagia, bolehlah disebut demikian. Tetapi hanya sementara, hanya sejenak aku disitu, diketinggian itu. Cinta juga yang membuat aku sadar, membuat aku mengerti, tentang apa itu cinta. Menghargai, percaya, cemburu, tangis, pertengkaran, marah, diam, meresapi, dan kemudian sadar bahwa cinta itu selalu begitu.
Kemudian cinta itu tiba-tiba hilang. Sembunyi dibalik kepekatan malam, kusutnya logika dan pengertian. Apakah dia takut lagi untuk meyakinkanku. Atau sepertinya dia tak punya sayap lagi untuk terbang dan menggodaku. Ah, manalahku tahu. Ia memang selalu begitu. Datang dan pergi dengan sesuka hati.
Kemarin sore ia datang kepadaku dengan membawa setumpuk harapan dan keyakinan. Disentuhnya hatiku ini dengan tangannya yang lembut itu. Seperti sebuah sentruman lisrtik, harapan dan keyakinan itu merasuk kedalam tubuhku. Lalu, tanpa berpaling lagi ia meninggalkan aku, pusing karana bergelut dengan harapan dan keyakinan yang ia berikan.
Kulihat sebuah pancaran indah dari sudut hati. Tak begitu tampak. Tersamar. Menyentuh aku dengan senyuman yang mematikan saraf-saraf otakku. Dengan tatapan mata yang menghujam jantungku. Hanya sejenak, kemudian diam. Lalu aku bertanya pada harapan dan keyakinan tentang apa maksud ini.
Dan jawabnya, "itu cinta."
" Cinta?"
" Iya! Itu cinta."
" Lalu dengan apa aku bisa menggapainya? Aneh, ia begitu indah, tapi aku bingung dan ragu."
" Pakailah kami, harapan dan keyakinan. Niscaya kau mampu untuk menggapainya."
" Benarkah?"
" Iya, cobalah!"
Dan aku pergi ke tempat yang tertinggi dari kehidupan ini. Kuambil harapan dan keyakinan itu, lalu kutelan mereka secara bersamaan. Sisanya aku lumurkan keseluruh tubuhku. Supaya Si Cinta dan Keindahanh tahu bahwa aku telah siap. Siap untuk mendekapnya.
Aku turun, turun kekedalaman hati. Mencari yang namanya cinta. Akan tetapi, ia menghilang, ia sembunyi lagi. Namun, aku dapat merasakan bahwa dia ada, tapi tak tahu dimana.
Aku lelah, aku menyerah, lalu aku tertidur untuk selamanya.
Tiba-tiba sebuah tetesan air kehidupan jatuh membasahi pipiku. Aku tersadar. Terasa sebuah sentuhan lembut menyentuh hatiku. Samar kulihat sebuah senyum merekah. Tatapan mata yang memberi hidup. Iya, itu cinta. ternyata dia sudah ada disini.
" Engkau kemana saja selama ini. Aku lelah mencarimu."
" Aku tidak pergi kemana-mana. Aku disini saja. Disampingmu, setelah sekian lama."
" Tapi aku tidak melihatmu."
" Engkau buta. Hatimu tertutup. Engkau tak mampu merasakan kehadiranku."
" Iya, aku buta. Tapi kuharap kali ini tidak lagi."
Sang cinta mengangkatku, membopongku, lalu menaruhku dipundaknya.Dan, cinta bersama-sama dengan aku terbang ke suatu tempat yang tinggi. Tempat yang selama ini diimpikan oleh semua orang. Tempat yang paling indah. Indah untuk dilihat, dirasakan, dan dikenang. SURGA.

***

SURGA. Akh....Itu hanya mimpi saja. Mana mungkin ada orang yang bisa merasakan surga jika ia belum menyentuh kematian. Atau paling tidak ia telah melewati tiap tahapan dari kematian itu. Sedangkan aku belum. Tidak mungkin cinta begitu tega membunuhku begitu cepat. Dan terlalu cepat kita berbicara tentang kematian. Buat ku kematian itu adalah hakikat, ia tak mungkin untuk dihindarkan. Sekarang tinggal kita memilih untuk menyerahkan nyawa ini kepada si Maut dengan cara yang seperti apa. Kuharap nanti aku mati dengan penuh cinta. Yah...mati dengan dikerubuti gadis-gadis cantik dari khayangan. Hahaha....ah mimpi. Sekarang kembali akan apa yang telah engkau perbuat selama hidupmu, apakah engkau hidup penuh cinta ataupun sebaliknya. Sesungguhnya aku ingin mati dengan cara yang sederhana saja.Seperti hendak tudur. Menutup mata, tersenyum dan lega meninggalkan mereka, puas karena telah mampu menyelesaikan yang harus diselesaikan. Kuharap juga tanpa air mata. Karena ia adalah kepalsuan, dan ia tak punya kuasa apa-apa terhadap waktu dan kemungkinan.

Aku mengantuk. Jika kupikir-pikir kematian itu datang seperti kantuk. Sangat sulit ditolak dan kita sangat menikmatinya. Dia sepertinya begitu sederhana. Bicara tentang kantuk, memang jam di dinding itu sudah menunjuk angka 01.45. Dini hari. Entah apa yang telah kuperbuat dari tadi, lupa. Iya, setahuku aku hanya duduk memandangi komputer dan menulis kata-kata yang tak jelas di dalam layarnya. Sekarang mataku sudah 5 watt. Aduh, kantuk ini begitu sulit dilawan. Tapi tetap saja aku tak bisa tidur. Insomnia? Ah, mungkin saja demikian. Bagiku itu tak masalah, aku sudah terbiasa seperti ini.

***
Aku bingung ketika dihadapkan pada persoalan hidup dan mati. Untuk dapat meresapi makna dari semuanya itu aku masih jauh dari sempurna. Hidup, aku sedang menjalaninya. Sedangkan mati aku belum sampai masih jauh. Yah...harapanku begitu. Masih banyak hal yang belum ku terima, lewati dan selesaikan dengan baik.Tentang semua ini ku serahkan saja pada waktu. Ia yang lebih berkuasa.

Suatu hari seorang anak kecil bertanya padaku tentang satu hal. Begini tanyanya,
" Bang, apa itu cinta?'
" Oh, cinta ya?"
" Iya."
" Menurut Abang, cinta itu situasi yang berada tipis antara hidup dan mati."
" Benar begitu bang?"
" Kemungkinan. Sebab ia Absurd. Seperti hidup dan mati itu."
" Oh. Aku tak mengerti bang."
" O ya? Menurutmu cinta itu apa?"
" Bagiku cinta itu adalah cinta. Ia tak dapat dibagi-bagi, diandaikan, ataupun diibaratkan. Cinta itu utuh. Ia tak pernah terlepaskan dari hakikatnya."
" Begitukah? Lalu siapa hakikatnya cinta itu?"
" Kita!"
Aku berpikir. Benar. Cinta itu ternyata begitu sederhana. Kadangkala kita sendirilah yang menyebabkan cinta itu begitu sulit untuk dimengerti. Ia tidak berada di antara utara maupun selatan, atau antara kehidupan dan kematian, tetapi berada pada keduanya. Anak kecil itu sedikit membuka pikiranku tentang cinta.

Anak itu, dia menghilang. Seperti purnama yang diterlan oleh awan hitam. Menjadi legenda bagi setiap hati dan jiwa. Ia telah menjelma menjadi sesuatu yang takkan pernah dilupakan. Kukira aku sudah tahu semua rahasia yang tersembunyi dibalik riak-riak kecil air, semilir angin, ataupun terik mentari. Ternyata aku salah. Aku belajar satu hal tentang itu.

Suatu hari aku dibawa pengertian untuk mendaki sebuah gunung yang tinggi sekali. Ada sesuatu, begitu jelasnya padaku. Sesampainya di puncak gunung itu ia memagangku, menekanku supaya berlutut.
" Engkau tahu alasan engkau di bawa kemari?"
" Tidak!", jawabku polos.
" Bagus. Memang engkau takkan pernah tahu."
" Apa maksudmu?"
" Aku hanya akan memberimu satu pertanyaan saja dan engkau harus menjawabnya dengan baik."
" OK. Tak masalah. Selagi itu tidak membuat aku gila."
" Engkau pasti sudah tahu tentang apa itu cinta. Dan aku yakin engkau sudah pernah merasakannya."
" Iya. Bekitulah sekiranya."
" Pertanyaan ini begitu sederhana. Apakah kau yaakin untuk menjawabnya?"
" Kucoba."
" Apa hubungan yang jelas antara cinta dengan kehidupan dan kematian?
Lama ku berpikir. Mungkin ini adalah akhir dari segalanya. Lalu aku maju dan menatap mata sang Pengertian dan menjawab.
" Iman, harapan, dan kasih."
" Mengapa demikian?"
" Iya. Itu adalah bentuk yang jelas antara cinta dengan hidup dan kematian. KArena mereka sangat bergantung pada kita manusia. Dan hal itu lah yang dapat membentuk manusia menjadi lebih manusia.
Kemudian sang Pengertian berlalu, diganti dengan sesosok bayangan cinta. Sosok yang begitu akrab bagi setiap orang. Akrab bagi remaja-remaja yang dimabuk cinta dini. Sang cintapun menyelimuti aku dengan sayapnya yang lembut. Seperti senyuman bayi ataupun orang tua renta yang memilukan.
Cinta sadar bahwa ia tak boleh sering diam dan acuh tak acuh dengan semua ini. Aku hanya melongo saja.Melihat sang Cinta yang kesulitan. Kasian si Cinta, ia harus berusaha sendiri untuk memenuhi hati-hati yang kosong itu. Tapi cinta tak pernah mengeluh. Ia tetap santai saja.
" Ini hidup kawan!"
Demikian ujarnya padaku suatu hari.
" Yah...ini hidup kawan."
Aku terkesan. Bukankan cinta itu memang sudah ada dalam setiap hidup?
Ah...Biarlah cinta itu kembali membawaku ke surga lagi. Ya...SURGA. Tempat yang bisa dilihat, dirasa dan diraba. Ya....Itu SURGA kawan.

0 komentar:

 

SUTIMBANG NGAWAN Blak Magik is Designed by sutimbang for smashing magazine Bloggerized by sutimbang © 2009